Kiamat Berganti Halauan
Ketika semua orang menyadari
akan kehidupannya, hak menjadi sarat dalam rangka memperjuangkan
sesuatu yang dirasa perlu untuk di perjuangkan.
Cinta bukan lagi menjadi persoalan,
yang terpenting adalah ke-dirian, ke-akuan tanpa kamu atau siapapun yang dirasa berada di luar lingkarannya.
Cinta bukan lagi menjadi persoalan,
yang terpenting adalah ke-dirian, ke-akuan tanpa kamu atau siapapun yang dirasa berada di luar lingkarannya.
Saudara kandung, atau saudara gandum tidak lagi menjadi suatu rumus
pembagian, apalagi pemerataan, karena pengurangan adalah trend masa lampau yang
di upgrade masa kini sehingga laris di pasaran. Hal itulah yang terjadi saat
ini keberkahan di ukur dari hal-hal yang tampak (tampak kepenakan, tampak
kemakmuran-diri yang lain tak apalah tidak jadi persoalan)
Ibu-ibu tidak akan menelantarkan atau membiarkan anaknya kelaparan
apalagi menangis di pasar, setiap orang tua pasti akan mengorbankan jiwa dan
raganya demi untuk kebahagiaan seorang anak, sekalipun harga atau bahkan yang
paling frontal nyawa menjadi taruhan. karena memang hal itu adalah suatu
jaminan Tuhan yang di peruntukkan setiap orang tua untuk selalu mengasihi
anaknya. Orang tua merupakan suatu ‘sarana’ Tuhan dalam menumbuh-kembangkan khalifah
di muka bumi, coba kita bayangkan kalau misalkan orang tua tidak di beri cinta
terhadap anak-anaknya oleh Tuhan, maka secara permanen bumi tercinta kita ini
tidak akan ada keberlangsungan hidup.
Prilaku Pendukung Kiamat
Namun cinta seperti apakah yang seharusnya di berikan oleh orang
tua terhadap anaknya, cakrawala yang manakah yang akan di pancarkan sehingga
akan memantulkan kasih Tuhan. Para orang tua sering kali terlena, kebingungan
memantulkan perhatiannya sehingga kasih sayangnya akan dapat dirasakan oleh
seorang anak.
tidak berlebihan apabila di katakana bahwa “anak dan harta-hartamu
adalah fitnah”. Kecenderungan hidup bermewah dan yang ber ‘wah’ menjadi suatu
obsesi yang tanpa tolok ukur-perbandingan disinilah yang menjadi duduk perkara,
kesadaran akan Timbulnya ‘fitnah’ (bisa menjadi fitnah, bisa jadi berkah) terus
menjadi suatu tragedy yang tidak bisa di logikakan. Akal manusia terlampau
jauh, lebih jauh dari apapun yang kita ‘bayangkan’, shg tidak bisa merasakan
getaran Tuhan disisinya.
Kehidupan menjadi pengap, di pengapkan oleh hubungan manusia yang
tidak bisa di prediksikan. Sejauh masih di butuhkan maka selama itu pula kita
mengeratkan tali sekencang-kencangnya, namanya sebuah ikat, kapan saja di
butuhkan akan di lepas, hal itu jelas di karenan tidak adanya kebutuhan yang
perlu di bangun bersama. Membangun diri (termasuk:anak-anaknya) sediri-diri
mungkin.
Terkikisnya prinsip kebersamaan (kebahagian itu adalah saat
di nikmati bersama) telah menjedrai kesucian ‘Khalifah” di muka bumi.
Perubahan persepsi pada arah yang tanpa pedoman membuat seorang ibu semakin
kepayang oleh keresahan seorang anak yang tanpa ujung, telah ‘mencongkel’
kearifan dan nilai ke Tuhanan. Ibu-ibu
telah memotong kaki-tangan ibu lain termasuk saudaranya sendiri, atas dasar
yang tanpa pedoman. nilai rupiah atau yang bernila rupiah yang tiada
pengetahuan seceercahpun dari mana dan di peruntukkan siapa di jadikan suatu
obsesi harapan dalam gegandurungan sesaat.
Akhirnya, tak ada yang perlu di indahkan, kecuali kebusukan daging
yang sengaja di busukkan dan di biarkannya membusuk. Kita melaranag saudara kita
sendiri untuk kenyang, dan membiarkannya kelaparan. Sedangkan kita sendiri
tidak berhenti-berhenti makan, tidak pernah membiarkan diri merasakan betapa
pahitnya kelaparan.
Dan begitulah akhirnya antara Orang Tua dan anaknya tidak mengenal
dan saling mengenalkan hirarki dalam kekeluargaan, asumsi SAMA-SAMA DEWASA justru
menjadikannya kekanak-kanakan, kenafsu-nafsuan, dan kek-ke-ke yang alin.
Wajah Kiamat Era Baru
Lalu siapa yang salah. kesalahan terbesar ada pada proses pada
nilai; nilai kewibawaan yang hilang, nila kerukunan yang sirna, dan nilai
estetik yang pudar. Aku-ku dan aku-mu sama-sama angkuh-bersikukuh. selamat
saudaraku, dengan dasar kenyataan yang telah di sumbangkan ini, akan
mempercepat proses Kehancuran_______kiamat; kita tak perlu menunggu Djajjal
kita tak perlu lagi mengharap Imam Mahdi. Karena Djajjal yang di gambarkan
bermata tiga itu sudah ada pada wujud kita yaitu satu mata yang lain adalah
hati busuk dan Imam Mahdi yang katanya akan memimpin dunia untuk
mempersatukannya telah berobah visi dan misinya yaitu ternyata muncul
sebagai wujud Nafsu yang tak terkendali, keserakahan buta yang ingin
menguasai segala sesuatu di dunia ini: Memimpin untuk mecerai-beraikannya.
Penulis juga sudah muak dengan bau busuk yang kau buat ( daging
saudara sendiri yang di cincang dan di biarkan berserakan). Kiamat ternyata
tidak begitu ‘menyeramkan’ bagi ‘pembuat’ kiamat itu sendiri. Salam semangatku
turut mengobarkan apimu, agar semua di lalap habis.
0 Response to "Kiamat Berganti Halauan"
Post a Comment