Peran Manusia atau Peran Tuhan
Saat sumpah tidak lagi dapat menjadi tolak ukur akan keraguan yang
akhirnya di benarkan. Tuhan, ditengah-tengah perabadan dimana “segalanya bisa
di atur” masih kah Engkau berpihak pada kebenaran?
Di saat keabadian hanya milik orang-orang yang menyengsarakan apakah masih perlu
kemaslahatan dipertaruhkan
Cinta dan segala sesuatunya telah di rekayasa, masih wajibkah
mencari yang hak sedangkan diantara keduanya
kini tiada dapat dibedakan, manusia telah banyak merubah dari apa yang
telah di tentukan
Sesuatu yang baik akan menjadi baik dan keburukan tetaplah buruk,
namun dalam peranan manusia tidak lagi mau menerima hal yang ganda semua telah
di seragamkan, baik dan buruk tidak ada perbedaan dan lagi-lagi manusia yang
lain menyalahkan manusia lainnya atau
satu kelompok menyalahkan kelompok lainya.
Tuhan apa makasud dari “tidak ada sesuatupun akan terjadi dengan
tanpa ijinMu”. Nusantara melahirkan tokoh-tokoh besar, pembawa kabar
kemerdekaan, lalu satu demi satu pemimpin di lengserkan mahasiswa serentak
meruntuhkan Orde Baru, lahir pemimpin baru dan dewan parlemen menjatuhkan KH.
Abdurrahman Wahid di gantikan lagi kepemimpinan tanah air higga kini Rezim SBY,
pemimpin yang selalu di salahkan oleh rakyatnya, partai politik menguasai di
semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. nyaris tidak ada satu keputusan
tanpa campur tangan parpol, semua hal telah di politisi. koruptor serentak
memperkuat safnya dari segala penjuru di tanah air.
Tuhan siapakah yang akan di salahkan, pemberi ataukah penerima,
actor atau sutradara?
Apa mungkin ini sepenuhnya rekayasa Manusia ataukah merupakan salah
satu dari sekian scenario Alam, lalu apakah mereka salah menyalahkan mereka yang
lain dan apakah akan di benarkan jika di antara mereka akan menyalahkan Alam.
Lalu siapa yang akan disalahkan, apakah Alam bahkan menyalahkan mereka semua,
menyalahkan semua Manusia yang ada.
Demikianlah peradaban saling salah menyalahkan telah terakumulasi
sedemikian rapinya bahkan Tuhan turut serta menjadi bagian yang di salahkan.dan
menyalahkan. Ucapan Sumpah kini hanya sebatas menjadi kedok dan himne-himne
orang lapar, keserakahanpun menggurita di semua oragan-organ penting di Negara
ini. cinta kasih palsu tak akan dapat merubah sesuatu menjadi baik bahkan sebaliknya,
akan lebih tragis.
Rakyat Indonesia terus belajar mendapatkan seorang pemimpin ideal,
gagasan datang dari berbagai lembaga masyrakat, sampai para mahasiswa.
Cara-cara buta seringkali terlihat bahkan menjadi pilihan penting untuk
mendapatkan jalan pintas, bukan menjadi pilihan alternative.
Ibarat pepatah kuno “buruk rupa sendiri
cermin di belah”, bukankah melaksakan pemilihan umum sudah di laksanakan sesuai
prosedur sebagaimana keinginan Rakyat Indonesia, dengan terbuka dengan
mempercayai bahwa “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Masyrakat Indonesia telah memilih dengan
ketentuan hati nuraninya, dengan penuh rasa percaya diri bahwa suara rakyat
adalah suara Tuhan. kenapa mesti menyalahkan pemimpin apa itu tidak berarti
sama halnya dengan menyalahkan diri sendiri sebagai pelaku penganugerah suara,
apakah itu tidak mendustakan keyakinan, suara Tuhan. Demikianlah bahkan
siapapun pemimpinnya tetap akan selalu di salahkan. Rakyat sedang belajar, dan pemimpinpun
sedang belajar.
Orang-orang yang menyengsarakan telah memerankan
keabadiannya, melenggang penuh percaya diri dengan pendustaannya, masih ingat
dengan cara apa manusia dalam meraih kedudukannya, bagaimana harta dan
kekuasaan yang dimiliki di gunakan untuk menindas yang lemah. kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran, begitulah sajak ws Rendra menggambarkan bagaimana
ketakutan manusia akan hidupnya.
Hidup adalah amanah, mencari penghidupan amanah, kebaikan
adalah amanah, keburukan amanah, manusia adalah amanah dan Tuhan pemberi amanah
‘Amanah’. Lalu siapakah yang akan di salahkan,
pemberi ataukah penerima, actor atau sutradara?
0 Response to "Peran Manusia atau Peran Tuhan"
Post a Comment