Di Masa Purba

Hidup adalah suatu perbuatan. Begitulah isi pesan singkat dari seorang teman kakak angkatanku di sekolah menegah atas. Dan ketika kita tidak berbuat sesuatu, hidup kita akan terasa tidak lebih hidup. lanjutan isi pesan singkat tersebut. Pesan singkat dikirim kepadaku setelah sebelumnya aku mengirim pesan singkat yang isinya “hidup adalah sebuah kematian, dan hari ini proses pengkuburan biarkanlah liang lahat mengasingkan diri dari maut, sebelum akhirnya iya mendekap maut.” Kematian kapan saja akan datang menjemput Kehidupan tanpa harus ada persetujuan seperti risalah Nabi-nabi.

Kehidupan dan kematian bukanlah sesuatu yang istemewa yang perlu untuk diperjuangkan. Entah seperti apa kematian bagi yang menyandang kehidupan. Kematian adalah sebuah kemenangan, atau kekalahan, begitu juga dengan kehidupan. Kehidupan adalah sebuah kemenangan bagi mereka yang merasakan kehidupan namun bagi mereka pewaris sebuah dendam, hidup tak ubahnya masa purba. Masa dimana tak ada kebaikan kecuali membayar dendam.
Suatu ketika ada seorang yang mengatakan kepadaku, bahwa tak ada hal yang menarik dalam hidupnya, semua perjuangannya sia-sia. Iya gagal membina keluarga, gagal mempunyai seorang anak, dan kini ia kehilangan pekerjaannya. Iya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar. Rumah yang dulu ia beli dari uang tabungannya, di kosongkan. Sesekali pulang, itupun hanya sebentar (tuturnya). Rumah itu mengingatkanku pada masa keemasan sebelum akhirnya menjadi masa arang (imbuhnya).
Di lain kesempatan aku duduk di sebuah acara tok-otok (istilah Madura), sepintas aku mengagumi orang yang sedang duduk di sampingku, dengan tubuhnya yang besar, dan tutur bahasanya sopan serta bijak “wajar dia di segani orang-orang” (fikirku). Tidak sedikitpun terlihat kesedihan di matanya, “betapa hebatnya orang ini”. Hal itu membuat saya jadi sedikit minder untuk sedikit dapat berbincang-bincang dengannya. dari bahasanya dia adalah orang yang penuh dengan kearifan. Tidak lama dalam perbincangan diantara kami ada Hal yang tidak saya duga sebelumnya, iya menuturkan kepadaku, bahwa dalam hidupnya iya selalu di landa kegelisan. “Setiap masalah yang datang saya kupas sampai biji-bijinya lalu saya kemas dengan beberapa ragam hiasan” (begitulah kalau boleh saya tafsirkan).
Dalam hidup memang tidak bisa lepas dari masalah, ada sebuah sentilan yang mengatakan “hidup memang penuh dengan masalah. hidup tanpa masalah itu masalah”. Abdul Qadir Al-jaylani memandang bahwa antara nikmat dan cobaan adalah dua hal yang tidak dapat dihindari dalam hidup ini. Iya akan datang pada waktunya, masalah (problem) dalam hidup datang untuk mengukur kemanusian kita.
hidup adalah sebuah kematian, dan hari ini proses pengkuburan biarkanlah liang lahat mengasingkan diri dari maut, sebelum akhirnya iya mendekap maut.
Mas Karman Pemimpi, Pejuang, dan Penakhluk.

0 Response to "Di Masa Purba"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel