SUARA, SENJA
Ada
seseorang yang baru datang kemuadian menghampiriku duduk menyamping sembari menanyakan
tentang mimpiku. Aku menjawab dengan nada sedikit malu-malu, plus malu-maluin
“Jangankan
mimpi, kawan sedang dudukku, takut pada perenungan, karena perenungan hanyalah
mengantarkanku untuk berpikir, dan berpikir hanyalah mengingatkanku pada
retorika kehidupan.”
Senyuman
itu begitu sinis menghujam mataku mungkin dia bingung atau barangkali jijik
dengan jawabanku yang muncrat begitu saja bagai air Bah.
Tak
lama kemudian dia meninggalkanku dan akupun hengkang dari tempat duduk yang
sudah sejam berdiam menatapi langit yang tiba-tiba menjadi gelap. Ah, Otak saya berbahak, kenapa harus
merenungi langit, seakan takut ia runtuh dan akan memangsa walet sore itu.
Tiba-tiba,
ada yang sedang aku pertanyakan. Oh, adakah mimpi yang belum terpenuhi hingga senja
ini. Rasanya aku masih berhutang aku masih berhutang dengan kehidupan ini. Bagaimana
kalau tiba-tiba awan itu menghapiri mataku dengan kilatnya, rasanya aku hanya
akan dapat tersenyum malu.
“success is not an accident”, biarlah
“ku” anggukkan dan “ku” telan dulu motto itu.
0 Response to "SUARA, SENJA"
Post a Comment