Oreng Klaban Bangsah ban Nagere epon


Hidup adalah sebuah kesakitan yang sulit di sembuhkan. adapaun kehidupan adalah sebuah keniscayaan yang di dambakan setiap orang. Tidak jarang orang yang menghabiskan masa hidupnya untuk mendapatkan sebuah pengobatan, ada diantara mereka yang berhasil, namun di antara yang lain gagal mendapatkannya. Kesakitan yang saya maksud adalah ‘kebodohan-ketidak mampuan-dan ketidak percayaan, obatnya adalah ilmu-kekayaan sumber alam- adapun kehidupan saya artikan sebagai suatu kesembuhan-sumber daya manusia sehingga antara hidup dan kehidupan menjadi dua hal yang tidak dapat di pisahkan.

Kesakitan adalah sebuah gangguan secara fisik atau psikologis, dan keberadaannya akan memperhambat perkembangan sebuah proses kenormalan. Ambil saja dalam tulisan ini adalah gangguan psikologis-kesakitan yang kemudian ijinkan saya mengambil sebuah HIPOTESIS ‘hidup tanpa ilmu adalah kematian.’ 

Sedangkan kematian sendiri adalah sebuah keadaan di mana berakhirnya suatu pertumbuhan, perkembangan dan dalam kematian terjadi sebuah kemunduran, keretakan bahkan kehancuran anatomi.

Kiranya bolehlah saya mengutip sebuah Hadist yang menyebutkan “Barang siapa yang mencari kebahagian di dunia hendaklah dengan ilmu. Dan barang sapa hendak mencari kebahagian di akherat hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa mnegharapkan kebahagiaan antara keduanya hendaklah dengan ilmu.” 

Hadis ini menyebutkan bagaimana seseorang itu dapat mencapai kesembuhan dalam hiodupnya, Dari sini dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa untuk mendapatkan kehidupan itu sendiri kita harus lebih dahulu mendapatkan ilmu, jelas ilmu di sini sangat luas.

Bukan ajal yang paling menggetarkan tapi ketidak tahuanlah yang menyengsarakan. Seseorang sering kali mengalami kegelisahan yang berkepanjangan, kesana-kemari mencari sebuah keadaan yang menetramkan, hal itu terjadi karena orang dalam hidupnya sedang mengalami kesakitan dan pengobatan tentu selalu di dambakan. Bagi saya itu “masa kanak-kanak adalah masa keemasan, muda karatan dan tua tinggal rongsokan.” Tapi jelas hal itu tidak akan terjadi bagi orang yang berilmu.

Orang berilmu belum cukup di katakan sudah mendapatkan obat, iya masih harus mampu untuk meramu dan meracik. Meramupun belum cukup sampai iya mambu mengkonsep, mana ramuan encok dan mana migran, sudah mengerti itupun belum cukup tanpa adanya sebuah aktualisasi bagi para penderita encok atau migran orang-orang sekitar. 

Disinilah hidup kita betul-betul di pertanyakan di minta pertanggung jawaban bagi kehidupan itu sendiri, suatu kesembuhan yang bukan hanya menyembuhkan diri sendiri tapi mampu menyembuhkan dan memberikan kehidupan bagi orang lain.

Mari kita perhatikan menurut anda Negara kita sudah sampai pada level yang mana sesuai rumus yang saya berikan, bisa jadi Negara kita ini sedang sakit, atau sudah dalam proses pengobatan, atau sudah sembuh-sampai pada level akhir-memberikan aktualisasi penyembuhan atau barangkali Negara kita mengalami penyakit kronis. Boleh anda berpenapat yang mana dan sampai mana tingkat hidup dengan kehidupannya atau bahkan pada hidup tanpa penghidupan sekalipun, saya pikir tiada larangan.

Sebelum anda melangkah lebih jauh tentang Indonesia kiranya data ini akan membantu tebakan anda tentang level Indonesia. Saya akan mengutip sebuah artikel dalam judul “Indonesia adalah Paru-paru Dunia”
“Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, dengan luas wilayah 1.904.556 km², dan luas perairan 4,85% dari total wilayah. Dengan Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU – 11°08′LS dan dari 95°’BB – 141°45′BT serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania Diperkirakan luas hutan di Indonesia adalah 104,9 juta hektare, daerah kepulauan, dan posisi Indonesia di daerah katulistiwa adalah faktor penentu dari keadaan iklim dunia.”

Secara geografis Negara kita adalah kehidupan, dari kutipan artikel di atas dapat kita tegaskan sebetulnya Negara kita adalah Negara yang bukan hanya hidup tapi sudah pada level kehidupan yakni menghidupi Negara lain. sejak zaman lampau Negara kita  di akui sebagai sebuah bangsa yang kaya raya, kita punya jawa Pulau padi yang apabil kita oleh dengan benar maka hasilnya bukan hanya cukup untuk dikonsumsi masyrakat Indonesia tapi kita juga akan mampu mengekspor untuk Negara-negara dunia, sebagaimana yang di sampaikan oleh Raffeles dalam tulisannya “seandainya seluruh tanah yang ada di manfaatkan, maka tidak ada wilayah di dunia manapun yang dapat menandingi kualitas, kuantitas, dan variasi tanaman yang di hasilkan pulau ini (jawa).” (Raffles-pengarang buku The Historis Of Java), Pulau Papua yang di juluki sebagai pulau surga, apa yang tidak ada di papua, papua memiliki tambang emas terbesar dunia. Sulawesi pulau besi dan nikel, kita juga punya Kalimantan lumbung energy, Maluku dengan Rempah-rempahnya, Sunda (Bali-NTT-NTB)  dengan pulau wisatanya.
Apa yang salah dengan Negara ini Negara yang sumber alamnya melimpah ruah,kita telah banyak menyumbangakan kehidupan bagi Negara-negara dunioa kita menopang perekonomian mereka, tapi kita lupa dengan keadaan bangsa kita sendiri kita lupa kalau bagsa kita tengah mengalami penyakit kronis, kita lupa bahwa kita memiliki obat dan mampu menyembuhkannya. Tapi kita tidak pernah yakin kita dapat menyembuhkan bangsa kita sendiri.

Kemana kekayaan kita larinya
Indoenesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, Negara-negara dunia mengakui akan hal itu.
Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan  sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data ; Walhi, 2004)

Itulah sedikit gambaran mengenai penyakit yang di deerita oleh bangsa ini, sebuah keadaan yang seharusnya menjadi obat bagi rakyat dan bangsa ini justru menjadi sebuah boomerang yang bukan hanya menyakitkan rakyat tapi juga merendahkan harkat dan martabat bangsa di mata Negara-negara dunia.

Ke-belum sembuhan seorang pribadi yang kemudian muncul sebagai tokoh penting di birokrasi telah menyebarkan semacam virus dengan tingkat populasinya yang cepat berubah dan berganti-ganti dari satu pribadi kepribadi lain dari masyrakatnya sehingga menjadi sebuah bangsa yang sakit, Negara yang belum mampu menyembuhkan wilayahnya sendiri.

Kesakitan kita adalah kita selalu bergantung kepada orang lain, bangsa lain dan Negara lain. hal itu dapat di lihat dari pengelolaan sumber daya alam cobaa perhatikan:
perusahaan asing yang mendominasi sumur minyak Indonesia saat ini mencapai 71 perusahaan, sedangkan yang sudah mendapat izin total 105 perusahaan (Sumber Departemen ESDM). Di   Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terdapat  9 perusahaan; Riau ada 21 perusahaan; Sumatera Selatan sebanyak 22 perusahaan;  Babelan Bekasi-Jawa Barat dan Jawa Timur sebanyak 13 perusahaan; Kalimantan Timur, 19 perusahan migas. Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing.

Saya jadi teringat pada penggalan pidato bung Karno  “Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno). Sepertinya bung karno ingin menyampaikan hal penting dalam penggalan kata-katanya ini, moralnya adalah kita perlu ingat bangsa ini menjadi sebuah Negara Indonesia dengan didasarkan sebuah kepercayaan dan keyakinan diri bahwa bangsa kita mampu untuk memebentuk serta membangun sebuah Negara merdeka.

Apakah cita-cita para pendiri bangsa hanya sebatas sampai pada sebuah kemerdekaan, tentu jawabannya, tidak. para pendiri bangsa ini berpikir jangka panjang dengan memperhatikan kekayaan alam yang melimpah ruah, dan sebuah kekayaan sebuah kebudayaan yang sangat beragam bangsa kita akan mampu menjadi sebuah Negara yang dapat bersaing dengan tantangan zaman.

Apa yang di butuhkan bangsa ini
Demikianlah betapa parahnya, dan betapa payahnya persoalan di Negara ini, kita butuh pribadi-ribadi yang sudah mencapai pada level kesembuhan, kita membutuhkan penyembuhan massal dari padanya. Kita butuh aktualisasi dari pribadi yang tersebut pribadi yang sudah berhasil melewati kesakitan lewat penyembuhan diri sendiri. Persoalan teramat rumit berangkat dari sebuah persoalan kecil- berangkat dari pribadi-pribadi yang tidak bisa mengusai persoalannya sendiri sehingga ketika di persembahkan persoalan itu menjadi persoalan yang sangat komplek akumulasi yang membubung.

Kita terlalu menyepelekan sebuah persoalan kecil, kita melupakan dampak negative  yang akan terjadi, logika terbaliknya begini kerikil apabila di tumbuk dengan krikil yang lain akan membentuk sebuah gunung dan itu lebih sulit untuk memindahkan dari pada batu besar yang hanya butuh satu kali pemindahan maka semuanya dapat terangkat.

karena yang selama ini ada hanyalah pribadi yang berpura-pura mencapai kesembuhan akhirnya yang terjadi menambah parah kesakitan yang di derita oleh bangsa ini. Kita butuh orang-orang seperti yang di sebutkan oleh hadis “Barang siapa yang mencari kebahagian di dunia hendaklah dengan ilmu. Dan barang sapa hendak mencari kebahagian di akherat hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa mnegharapkan kebahagiaan antara keduanya hendaklah degnan ilmu.” Kita butuh orang-orang yang berilmu dalam bidangnya masing-masing, seorang pemimpin yang mampu memimpin bangsa dan Negara, atau seperti yang di katakana oleh cak nun dalam penggalan puisinya yang berjudul Menyorong Rembulan “Bukan pemimpimpin suatu golongan tapi pemimpin yang mampu merangkul semua golongan, semua kecenderungan dan semua warna kulit”.

Kita menjadi sebuah bangsa yang masyrakatnya memiliki tingkat kepercayaan yang sangat rendah, kita tidak kunjung percaya bahwa ‘kewarasan’atau kesembuhan satu pribadi dapat mengubah bangsa ini menjadi apapun seperti yang di harapkan. Kita terlalu bergantung pada pemikiran banyak orang-kebanyakan orang tengah sakit kita berpikir untuk dapat hidup di tengah-tengah mereka kita juga harus ikut sakit, kenapa kita tidak percaya kita menjadi orang yang sembuh orang yang waras dan akan mampu memberi kewarasan pula bagi mereka.



Mas Karman Pemimpi, Pejuang, dan Penakhluk.

0 Response to "Oreng Klaban Bangsah ban Nagere epon"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel